Asmaul Husna

Photobucket

Kamis, 21 Januari 2010

Dakwah; Sebuah Pondasi Khilafah Islamiah

Oleh: Elly ermayanti

Konsep “khairu ummah”, belakangan hanya dimaknai sebagai proses jihad, dengan memaksa orang lain untuk melaksanakan ajaran Islam. Sehingga kemudian, jiwa yang baik bukan lagi jiwa yang mampu bekomunikasi dengan baik sebagaimana ajaran Rasulullah. Akan tetapi jiwa yang baik dimaknai sebagai jiwa yang mampu berkorban dengan seperangkat aksi anarkis.

Allah SWT dalam al-Qur'an surah Ali Imran ayat 110, menyebut umat Islam sebagai sebaik-baik umat (khairu al-ummah) di antara sekian banyak kelompok masyarakat yang ada di dunia. "Kalian adalah khayru ummah yang diturunkan di tengah-tengah manusia…." Akan tetapi, dengan pengamatan sesaat, nyatalah bahwa umat Islam saat ini bukanlah umat yang terbaik.

Umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di segala aspek kehidupan. Baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik maupun sains dan teknologi. Yang tampak kini hanyalah sisa-sisa kejayaan Islam di masa lalu. Secara intelektual, umat Islam mengalami apa yang disebut oleh Dr. M. Amien Rais (Cakrawala Islam, 1991) sebagai westoxciation (peracunan Barat). Untuk kurun waktu yang cukup lama, umat Islam secara sengaja dipisahkan dari ajaran Islam oleh para penjajah.

Dalam proses alienasi (keterasingan) umat Islam dari ajaran agamanya, kaum barat semakin gencar melakukan peracunan ideologi. Sehingga membuat intelektual umat Islam menjadi sangat lemah. Karenanya, bukan saja tidak mampu mengkanter "sesat pikir" Barat, tapi juga tidak mampu melakukan dialog intelektual secara seimbang.

Setelah runtuhnya payung dunia Islam itu, bertubi-bertubi umat Islam didera berbagai persoalan. Di dunia internasional, kita menyaksikan saudara-saudara kita di Palestina masih harus terus hidup dalam penderitaan. Kendati telah berdamai dengan PLO, tapi kekejaman zionis Israel terhadap penduduk Palestina tidaklah berkurang. Termasuk juga di belahan dunia lain seperti Bosnia, Iran, Afghanistan dan lainnya.

Sementara di dalam negeri, kondisi umat Islam Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, lebih dari 100 juta penduduk jatuh ke jurang kemiskinan, 40 juta-an menganggur, jutaan anak-anak harus putus sekolah, dan jutaan lagi mengalami malnutrisi, termasuk tindakan kriminalitas kian melonjak tinggi.

Kenyataan di atas makin menegaskan, umat Islam benar-benar mundur. Setidaknya sama dengan sinyalemen Rasulullah 14 abad yang lalu dalam hadits riwayat Imam Ahmad : umat yang jumlahnya lebih dari 1,2 milyar dicabik-cabik bagai makanan oleh orang-orang rakus tanpa rasa takut. Katanya, "Akan datang di satu masa, dimana kalian dikerumuni dari berbagai arah, bagaikan segerombolan orang-orang rakus yang berkerumun berebut di sekitar hidangan". Diantara para sahabat ada yang bertanya keheranan: "Apakah karena di waktu itu kita berjumlah sedikit, ya Rasulallah? Rasul menjawab: "Bukan, bahkan jumlah kalian pada waktu itu banyak. Akan tetapi kalian laksana buih terapung-apung. Pada waktu itu rasa takut di hati lawanmu telah dicabut oleh Allah, dan dalam jiwamu tertanam penyakit al-wahnu" "Apa itu al-wahnu?", tanya sahabat. Jawab Rasulullah: "Cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut yang berlebih-lebihan terhadap mati".

Semua itu berpangkal pada satu hal yakni menghilangnya kehidupan yang Islami. Karenanya, menegakkan kembali kehidupan yang Islami, melalui Khilafah Islamiyyah inilah yang sesungguhnya merupakan problematika utama umat Islam (qadhiyatu al-muslimin al-mashiriah). Intinya bagaimana memberlakukan kembali hukum-hukum Allah (I'adatu al-hukmi bi ma anzalallah) secara utuh.

Dapat diyakini, hanya melalui jalan itu saja segenap problematika kontemporer umat dapat diatasi secara tepat, sehingga izzu al-Islam wa al-muslimin dapat diraih kembali.
Pertanyaannya sekarang, mengapa umat Islam-yang dalam Al-qur’an disebut sebagai sebaik-baik umat-berada dalam keadaan yang demikian menyedihkan? Syekh Amir Syakib Arsalan dalam kitabnya Limadza Ta'akhara al-Muslimun wa Taqaddama Ghayruhum, melihat ada dua faktor utama, yakni faktor eksternal dan faktor internal umat Islam sendiri.

Pertama, yang dimaksud faktor eksternal penyebab kemunduran umat adalah gencarnya serangan dari luar umat. Musuh-musuh Islam, yakni orang yang tidak menyukai kebenaran Islam tegak di muka bumi. Mereka mengambil cara dengan menyebarkan pemikiran (fikrah) sekularisme ke tengah umat Islam secara samar atau terang-terangan, dengan lidah mereka atau lidah tokoh umat Islam. Akibatnya, umat Islam mengalami keterasingan (alienasi) terhadap agamanya sendiri, pemikirannya tetap terjajah kendatipun telah memproklamirkan kemerdekaan.

Kedua, faktor internal. Inti dari faktor internal penyebab kemunduran umat, menurut Syaqib Arsalan, adalah kenyataan bahwa banyak umat Islam yang justru telah meninggalkan ajaran Islam. Kemunduran pemahaman umat terhadap agama Islam itu timbul terutama setelah umat tidak lagi dibina keislamannya secara praktis. Akibatnya, tidak sedikit di antara kaum muslimin yang tidak memahami ajaran Islam pun mungkin tidak.

Dari sini, dakwah diharapkan menyadarkan umat bahwa seharusnya masyarakat ini diatur hanya dengan Islam. Sementara secara komunal, dakwah kepada umat bertujuan agar dari muslim yang berkepribadian Islam tadi terbentuk kekuatan dan dorongan untuk melakukan perubahan masyarakat ke arah Islam hingga terbentuk masyarakat Islam yang mengindikasikan penerapan syariat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah. Harus tumbuh kesadaran umum (al-wa'yu al-Islamy) di tengah masyarakat bahwa hanya di bawah naungan Khilafah Islamiyyah sajalah seluruh hukum Islam dapat ditegakkan.

Mahasiswi semester VII, Fakultas Dakwah IDIA, asal Kalimantan

Tidak ada komentar: