Asmaul Husna

Photobucket

Rabu, 07 April 2010

PEREMPUAN MALAM DALAM PANDANGAN DUA ANAK BANGSA BERDEDA BUDAYA

Oleh Moh. ghufron cholid

Berikut ini perkenankan saya mengulas, dua puisi yang memiliki judul yang sama yang ditulis oleh dua anak manusia berbeda negara dan budaya.
PEREMPUAN MALAM
Oleh moh. ghufron cholid


Malam berbaju petang
Cepat pulang
Biar kau tak hilang

Al-Amien, 2008
• SAJAK > 2008 > PEREMPUAN MALAM disumbangkan pada Sabtu, 20 Mac 2010 9:52:01 AM • Kali terakhir diubah pada Sabtu, 20 Mac 2010 9:52:01 AM oleh moh. ghufron cholid
Dalam puisi ini saya (Moh. Ghufron Cholid) lebih menekankan tentang keutuhan dan kesucian seorang perempuan. Kenapa puisi ini lahir, puisi ini lahir dilatar belakangi, lantaran kekhawatiran saya terhadap kaum perempuan. Saya takut, kalau perempuan berjalan di malam hari banyak yang mengintai. Banyak yang ingin menjadikannya bunga. Saya lebih ingin perempuan tinggal di rumah saja. Dengan tanda petik perempuan yang saya maksud adalah perempuan yang kurang bisa menjaga kesuciannya. Saya sadar tidak semua perempuan itu berhati kelam, pun saya pun tidak menyangkal tidak semua perempuan berhati bening. Bukan saya tidak percaya pada perempuan yang berjalan di malam hari. Tapi lantaran cinta saya pada perempuan, yang membuat saya memberanikan diri menulis puisi ini. Lantaran saya ingin, perempuan tidak selamanya bersahabat dengan dunia malam dalam catatan dunia malam yang menawarkan hati kelam. Bukan Malam yang selalu menawarkan ketakjuban, akan anugrah Tuhan. Malam yang selalu memberikan ketenangan dan kedamaian dalam dalam hati perempuan yang berhati bening.
Kini marilah kita merenung sejenak sembari membaca puisi karya Aziz Zabidi di bawah ini sehingga ulasan puisi sederhana ini, akan bisa kita saksikan warna dan rasanya. Bagaimana dua anak bangsa berbicara perempuan malam lewat puisi.

Perempuan Malam, bacalah aku seperti kau baca percik peluh di tubuhku
Oleh aziz zabidi

Kerana aku selalu lelah, dan kau sering melihatku dalam bingkai yang pecah, maka masuklah. Perempuan malam. Masuklah ke tubuhku, ke jantung ke dalam darah. Masuklah seperti kau masuki negeri mimpi. Tak perlu salam mesra tak perlu canda ria. Masuklah dengan pisau atau tali, dengan sutera atau kaca. Tak kupeduli. Masuklah.


Apakah yang kau lihat dalam tubuhku, perempuan malam? Dengkur pada hati atau rindu negeri abadi? ataukah kau lihat juga kapal-kapal yang tak kenal laut. atau ribut atau pasir atau cuma angin dan debu.


Benar, tubuhku selalu lelah. Seperti orang tua dalam sejarah, atau seperti negeriku yang bangka sebelum masa. Tapi apa lagi yang kau lihat?
Kesunyian musim semi atau bingit musim pesta? Ataukah kau ketemu juga sang kuda tanpa pelana atau gagak-gagak mematuk arca.


Sempatkah kau menjejakku. ataukah tak kau ketemu pintu?


Sebelum malam usai dan kita kembali sombong. Dengan jemarimu.
Perempuan malam.
masuklah, masuklah ke jantungku dan bacalah aku seperti engkau membaca
percik peluh ditubuhku.


Disember 09'

Pada bait pertama Aziz Zabidi, lebih menekankan agar perempuan memasuki dunia penyair. Membaca segala rasa yang ada di dalamnya, tanpa harus memperdulikan asal-usul. Tanpa harus memperdulikan tata cara memasuki dunia sang penyair. Bagi penyair, perempuan memasuki dunianya dengan cara yang santun, atau dengan cara yang amoral sama saja.
Pada bait ketiga, secara tegas penyair mempertanyakan tentang segala hal, yang disaksikan perempuan dalam diri penyair. Tentang segala, rindu, riuh, terang dan kelam kehidupan baik yang dialami penyair maupun yang dialami negrinya.
Pada bait ketiga penyair mengakui segala kejenuhan yang dialami. Segala peristiwa yang tidak ingin dialami namun terjadi. Sungguh lukisan hidup yang sangat memilukan.
Pada bait keempat, secara tegas penyair menanyakan perihal keanehan yang dialami perempuan setelah memasuki dunia yang dengan sengaja dibuat oleh penyair. Tentu dunia buatan manusia dengan dunia buatan Tuhan sangatlah berbeda.
Pada bait kelima, penyair menyatakan sikapnya, agar penyair dan perempuan tidak terjebak dalamke sombongan, penyair pun menawarkan pada perempuan agar sama-sama membaca membaca percik peluh. Betapa hidup senang itu akan mudah didapat dengan perjuangan.

Demikianlah ulasan ini saya buat. Semoga ulasan sederhana yang ditulis oleh anak madura yang baru belajar mengeja kata ini bermanfaat untuk khazanah sastra pada umumnya dan bermanfaat bagi diri saya pada khususnya.

Al-Amien, 20 Maret 2010
Biodata Penulis
Moh. Ghufron Cholid, Pembina Sanggar Sastra Al-Amien

Tidak ada komentar: